LEMBAR
PENGESAHAN
Laporan lengkap
praktikum Biokimia dengan judul “ Penentuan Vitamin C “ disusun oleh :
Nama : Abdul
Rahman Arif
NIM : 60500110002
Kelompok : III (Tiga)
telah diperiksa
dan dikonsultasikan oleh koordinator asisten/asisten dan dinyatakan diterima.
Samata, Desember 2012
Koordinator Asisten,
Asisten,
( Ismawanti ) ( Rina Dwismar )
Nim:
605001080002 Nim: 60500109019
Mengetahui
Dosen Penanggung
Jawab
( Maswati
Baharuddin S.Si, M.Si )
Nip
: 19680216 199903 2001
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat
diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.
Vitamin-vitamin ini dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup,
oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Dalam bahan
pangan hanya terdapat vitamin dalam jumlah yang relatif sangat kecil dan terdapat
dalam bentuk yang berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau
calon vitamin yang dapat diubah dalam tubuh menjadi vitamin yang aktif.[1]
Dalam larutan air vitamin C mudah teroksidasi,
terutama apabila dipanaskan. Kehilangan vitamin C sering terjadi pada
pengolahan, pengeringan dan cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan zat-zat
interseluler dan kolagen. Vitamin ini tersebar ke seluruh tubuh dalam jaringan
ikat, rangka dan matriks. Vitamin C berperan penting dalam hidroksilisin prolin
dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan
pembentukan kolagen tersebut.[2]
1
|
B.
2
|
Rumusan
masalah dari percobaan ini adalah:
1. Bagaimana cara penentuan vitamin C pada
sampel minuman pulpy ?
2. Berapa kadar vitamin C yang di dapat pada
sampel minuman pulpy ?
C.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari
percobaan ini adalah:
1. Menentukan
vitamin C dengan cara titrasi iodium.
2. Menghitung
kadar vitamin C dari sampel minuman pulpy dengan cara titrasi iodium.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Vitamin
adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil
dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolism dalam sel dan
penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.
Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh, beberapa di
antaranya masih dapat dibentuk dalam tubuh namun kecepatan pembentukannya
sangat kecil sehingga jumlah yang terbentuk tidak dapat memenuhi kebutuhan
tubuh.[3]
Vitamin
dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan pertama yang disebut dengan
prakoenzim dan bersifaf larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak
beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam
pantotenat, vitamin B dan vitamin C. Golongan kedua yang larut dalam lemak
disebut alosterin dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu
banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh dan memberikan gejala penyakit
tertentu atau yang disebut dengan hipervitaminosis yang juga membahayakan.
Kekurangan vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit defisiensi tetapi biasanya
gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut
terpenuhi.[4]
3
|
4
|
Pada
level molekular, askorbat dan dehidroaskorbat mempunyai sifaf pereduksiseperti
halnya vitamin E, dalam keadaan demikian vitamin tersebut mempunyai sifaf umum
yang penting sebagai antioksidan yang mempengaruhi redoks potensial tubuh.
Seperti halnya vitamin E fungsi askorbat adalah sebagai sumber reducing equivalent di seluruh tubuh
tetapi hanya beberapa reaksi enzim sudah diperlihatkan secara khusus
membutuhkan vitamin C seperti proses hidrolisasi yang menggunakan molekul
oksigen dan sering mempunyai kofaktor besi dan tembaga. Dalam reaksi tersebut
asam askorbat mempunyai peranan sebagai sumber elektron untuk mereduksi oksigen
dan sebagai zat pelindung untuk memelihara status reduksi besi.[7]
5
|
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak
stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama proses penyimpanan. Laju
kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga dan besi serta
dipengaruhi pula oleh kerja enzim. Pendedahan oksigen dan pendedahan terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C pada makanan. Enzim yang mengandung
tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk
penguraian asam askorbat. Enzim paling penting dalam golongan ini adalah asam
askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase. Hanya asam
askorbat oksidase yang terlihat reaksi langsung antara enzim, substrat dan
oksigen molekul. Enzim lain mengoksidase vitamin secara tidak langsung. Kuinon
bereaksi langsung dengan asam askorbat, sitokrom oksidase mengoksidasi sitokrom
menjadi bentuk teroksidasinya dan senyawa ini bereaksi dengan asam L-askorbat.
Peroksidase bergabung dengan senyawa fenol menggunakan hydrogen peroksida untuk
melakukan oksidasi, enzim ini tidak bekerja dalam buah karena adanya pemisahan
enzim dan substrat secara fisik.[9]
6
|
Menurut
Anna Poedjiadi (1974), vitamin C dapat hilang karena hal-hal sebagai berikut:
1.
Pemanasan sehingga menyebabkan
rusaknya atau berbahayanya struktur.
2.
Pencucian sayuran setelah
dipotong-potong terlebih dahulu.
3.
Adanya alkali atau suasana basa
selama pengolahan.
4.
Membuka tempat berisi vitamin C
sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversibel.
7
|
Amilum
adalah suatu polisakarida berwarna putih berupa butiran halus yang berasal dari
tumbuhan dan merupakan campuran dari dua polimer yaitu amilosa dan amilopektin.
Pati alam mengandung 10-20 % amilosa dan 80-90 % amilopektin, bila
terhidrolisis akan berubah dengan membentuk dekstrin dan kemudian berakhir
dengan menghasilkan glukosa. Struktur kimianya secara pasti belum diketahui
namun diduga bahwa bagian luar dari butiran amilum sebagai amilosa sedangkan
bagian dalam butirannya sebagai amilopektin.[12]
Uji Iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida.
Reagent yang digunakan adalah larutan iodine yang merupakan I2
terlarut dalam potassium iodide. Reaksi antara polisakarida dengan iodin
membentuk rantai poliodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks
(melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat
berantai pendek seperti disakarida dan monosakarida tidak membentuk struktur heliks
sehingga tidak dapat berikatan dengan iodine.[13]
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
A. Waktu
dan Tempat
Hari / tanggal
: Senin / 17 Desember 2012
Pukul : 13.15 – 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Biokimia LT I Fak
Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar
B. Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan adalah:
1.
Alat
Buret asam 100 mL, labu takar 100 mL, erlenmeyer 250
mL, gelas kimia 250 mL, labu ukur 10 mL, pipet volum 5 mL, corong, batang
pengaduk, pipet skala, kertas saring, botol semprot, statik
2.
Bahan
Amilum (C6H10O5)n
1 %, aquadest (H2O), iodium (I2) 0,01 N, sampel minuman
pulpy orange dan tissue.
C. Prosedur
Kerja
Prosedur
kerja dari percobaan ini adalah:
1. Mengukur
sampel minuman purply orange ke dalam labu takar 100 mL sebanyak 25 mL.
2. Menyaring
sampel minuman pulpy orange ke dalam labu ukur 10 mL dengan menggunakan corong
hingga terpisah filtrat dan residunya.
3.
8
|
4.
9
|
5. Menitrasi
dengan larutan iodium standar 0,01 N dan mengamati perubahan warna yang terjadi.
6. Melakukan
perlakuan yang sama secara duplo.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil dan Pengamatan
Warna
sampel pulpy orange : Kuning
Sampel
setelah pengenceran : kuning muda
Sampel
+ iodium 0,01 N : Biru tua
Volume
titran (I2) simplo :
6 mL
B. Analisa Data
Kadar vitamin C = volume
x konstanta x faktor pengenceran
x 100 %
Berat
sampel
=
6 mL x 0,88 mg x 10 x 100 %
25
mL
=
52,8 mg x 100 %
25
=
2,112 x 100 %
= 211,2 %
C.
|
10
|
|
11
|
Dari
hasil percobaan didapatkan hasil titrasi simplo pada titik ekivalen berwarna
biru tua dengan pemakaian volume titran sebesar 6 mL. Kadar vitamin C yang terdapat
pada sampel minuman pulpy orange 25 mL menhasilkan kadar vitamin C sebesar
211,2 %. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kadar vitamin C yang
diperoleh dari sampel minuman kemasan yang mengandung asam askorbat 260 % dalam
350 mL dan hasil yang diperoleh 211,2 % dalam 25 mL, disamping itu pula
terbentuk warna biru tua yang menandakan bahwa di dalam sampel minuman tersebut
terdapat asam askorbat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1. Penentuan
vitamin C dapat dilakukan dengan cara titrasi iodium.
2. Kadar
vitamin C yang didapatkan dari 25 mL sampel pulpy orange sebesar 211,2 %.
B. Saran
Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya untuk praktikum
selanjutnya sampel minuman pulpy orange yang digunakan dapat diganti dengan
sampel buah yang mengandung vitamin C seperti jeruk atau apel agar dapat
dibedakan kadar vitamin C yang terdapat pada sampel yang berbentuk olahan dan
alami.
12
|
|
DAFTAR PUSTAKA
deMam M. John, Principles of Food Chemistry, terj.
Kosasih Padmawinata, Kimia Makanan Jakarta: ITB, 1989
HAM, Mulyono. Kamus Kimia. Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006
Khamidinal. Teknik Laboratorium Kimia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009
Linder C. Maria,
Department of Chemistry, terj. Maggy
Aminuddin Parakkasi, Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006
Murray, K. Robert, Darlk.K. Granner dan
Victor W. Rodwell. Harper’s Illustrated
Biochemistry. Terj. Bram U. Pendit, Biokimia
Harpen. Jakarta: Buku Kedokteran, 2011
Poedjiadi, Anna.
Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:
UI-Press, 1984
Rahmi, Putri Agustina . Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah
Belimbing Wuluh Secara Iodimetri. (16 Desember 2012)
Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000
LAMPIRAN
Sampel vitamin C Proses penyaringan
Sampel yang telah diimpitkan Proses titrasi
Hasil
titrasi simplo Hasil titrasi duplo
[1]F. G Winarno. Kimia Pangan dan Gizi (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000),
h.
119.
2Anna Poedjiadi, Dasar-dasar Biokimia (Jakarta: UI-Press, 1984), h. 409.
[3]Anna Poedjiadi, lop. cit., h. 398.
[5]F. G.
Winarno, op. cit., h. 131.
[6]Robert,
K. Murray, Darlk.K. Granner, dan Victor W. Rodwell. Harper’s Illustrated Biochemistry. Terj. Bram U. Pendit, Biokimia Harpen.(Jakarta: Buku
Kedokteran, 2011), h. 609.
[7]Maria
C. Linder, Department of Chemistry,
terj. Maggy Aminuddin Parakkasi, Biokimia
Nutrisi dan Metabolisme (Jakarta:
Universitas Indonesia, 2006), h. 165.
[8]Puri Agustina rahmi, ‘’Penetapan
kadar Vitamin C pada Buah Belimbing Wuluh Secara Iodimetri”, jurnal Kimia
Indonesia.
[9]John M. deMan, Principles of Food Chemistry, terj.
Kosasih Padmawinata, Kimia Makanan (Jakarta: ITB, 1989), h. 411.
[10]Anna Poedjiadi, op. cit.,
h. 410-411.
[11]Khamidinal, Teknik Laboratorium Kimia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
142.
[12]Mulyono HAM, Kamus Kimia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 16.
[13]Anna Poedjiadi, op. cit., h. 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar